A. Kewajiban Pajak Bagi Wajib pajak orang pribadi Karyawan yang
tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan).1. WPOP Karyawan yang hanya memperoleh penghasilan dari satu
pemberi kerja.Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas (berstatus sebagai karyawan) dan hanya bekerja pada
satu pemberi kerja tidak memiliki kewajiban untuk membayar pajak
sendiri setiap bulan atas penghasilan yang diterima/ diperoleh
sehubungan dengan pekerjaan. WP Orang Pribadi ini juga tidak memiliki
kewajiban untuk membuat laporan (Surat Pemberitahuan Masa) ke Kantor
Pelayanan Pajak setiap bulan.
Perusahaan tempat wajib pajak bekerja (pemberi kerja) memiliki
kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan sehubungan pekerjaan
yang dibayarkan/terutang kepada karyawannya setiap bulan dan
menyetorkannya ke Kas Negara serta melaporkannya ke kantor pelayanan
pajak setempat. Oleh karena itu gaji yang diterima oleh wajib pajak
orang pribadi yang berstatus sebagai karyawan adalah gaji bersih
setelah dipotong pajak penghasilan. Pajak yang terutang atas
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dikenal dengan istilah PPh
Pasal 21.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh WPOP yang berstatus sebagai
karyawan adalah menyampaikan laporan tahunan (menyampaikan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi) dengan formulir yang telah disediakan.
(Form 1770-S). Apabila wajib pajak orang pribadi ini tidak
menerima/memperoleh penghasilan lain selain dari penghasilan yang
diperoleh dari satu pemberi kerja, maka pada saat menyampaikan SPT
Tahunan tidak akan terdapat PPh yang kurang dibayar.
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini paling lambat harus dilaporkan 3
bulan setelah berakhirnya tahun pajak (pada tanggal 31 Maret tahun
berikutnya). Jika Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT 1770-S
tersebut maka akan dikenakan sanksi administrasi atas keterlambatan
sebesar Rp 100.000,-. Besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT
PPh OP ini dalam RUU Pajak th 2005 diusulkan menjadi sebesar Rp
250.000,-
Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT
tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara diancam dengan sanksi pidana dan
denda. Bagi wajib pajak yang tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan
SPT tetapi isinya tidak benar karena kealpaannya, diancam dengan
sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda
paling tingi 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
Sementara bagi wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan
surat pemberitahuan atau menyampaikan surat pemberitahuan dan atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling lama enam (enam) tahun dan denda paling tinggi 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang bukan
obyek PPh Final.Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan
lain selain dari satu pemberi kerja, baik karena bekerja pada lebih
dari satu pemberi kerja maupun memiliki penghasilan lain selain dari
pekerjaan dan penghasilan lain tsb bukan merupakan obyek PPh final,
maka selain diwajibkan untuk melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga
memiliki kewajiban untuk membayar dan melaporkan PPh pasal 25 setiap
bulan.
Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh wajib pajak dihitung
berdasarkan PPh yang terutang dalam SPT Tahunan tahun sebelumnya
setelah dikurangi dengan pemotongan yang dilakukan pihak lain yang
dapat dikreditkan dan dibagi 12 (dua belas).
Jatuh tempo pembayaran PPh pasal 25 adalah tanggal 15 bulan
berikutnya. Jika jatuh tempo pembayaran jatuh pada hari libur, maka
pembayaran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran
Angsuran PPh pasal 25 ini, wajib dilaporkan ke kantor pelayanan
pajak tempat wajib pajak terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan
berikutnya. Apabila jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur maka
penyampaian SPT Masa PPh pasal 25 harus dilakukan pada hari kerja
sebelumnya.
Apabila wajib pajak terlambat melakukan pembayaran PPh pasal 25, maka
akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2%/bulan, maksimum 24 bulan
(48%). Sedangkan atas keterlambatan penyampaian SPT Masa PPh 25 akan
dikenakan sanksi sebesar Rp 50.000/ SPT Masa. Seperti halnya dengan
sanksi keterlambatan penyampaian SPT Tahunan, dalam RUU Perpajakan th
2005 besarnya sanksi keterlambatan penyampaian SPT masa diusulkan
menjadi sebesar Rp 100.000,-/ SPT Masa.
3. WPOP Karyawan yang memperoleh penghasilan lain yang merupakan
obyek PPh Final.Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas (WPOP Karyawan) yang memperoleh penghasilan
lain selain dari satu pemberi kerja, dan memiliki penghasilan lain
yang merupakan obyek PPh final, maka selain diwajibkan untuk
melaporkan SPT Tahunan (SPT 1770-S) juga memiliki kewajiban untuk
membayar dan melaporkan PPh final pasal 4 (2).
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib
pajak) adalah sebagai berikut :
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
WPOP Karyawan yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh
final pasal 4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi
pegalihan hak atas tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari
nilai yang tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan
nilai NJOP.
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;
Penghasilan yang dierima/diperoleh oleh WPOP karyawan dari kegiatan
persewaan tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final
pasal 4 (2). Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh
yang terutang atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan
atau bangunan wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan.
Besarnya PPh yang terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan. Apabila penyewa adalah pemotong pajak
(i.e. WP Badan), maka pelunasan PPh final atas transaksi ini
dilakukan melalui pemotongan oleh pihak penyewa. Pemotong pajak
(penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan (Bukti Potong PPh Final
pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima penghasilan) .
Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya.
• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi ;
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP Karyawan dari kegiatan
Jasa Konstruksi (sebagai usaha sampingan misalnya), Apabila pemakai
jasa bukan merupakan pemotong pajak, maka PPh-nya wajib dibayar
sendiri oleh wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan
pemotong pajak, maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya
dilakukan melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak
(Pemakai jasa) wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final
pasal 4 (2) yang terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa
konstruksi adalah sbb :
a) Jasa Perencanaan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah
bruto;
b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi ==> 2% (dua persen) dari jumlah
bruto;
c) Jasa Pengawasan Konstruksi ==> 4% (empat persen) dari jumlah
bruto.
B Kewajiban Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
Kegiatan Usaha atau Pekerjaan Bebas.Bagi wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan Usaha atau
pekerjaan bebas, setelah terdaftar di kantor pelayanan pajak dan
memperoleh NPWP maka akan memiliki kewajiban pajak yang harus
dilaksanakan. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha/pekerjaan bebas selaku pemberi kerja selain diwajibkan untuk
membayar dan melaporkan pajak yang terutang atas penghasilan yang
diterima atau diperolehnya sendiri juga diwajibkan untuk menyetorkan
dan melaporkan PPh yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan
atau terutang kepada karyawannya.
Dalam hal WPOP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas telah
dikukuhkan sebagai Pengusaha kena pajak juga memiliki kewajiban
dibidang PPN. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang telah
ditunjuk oleh dirjen pajak sebagai pemotong PPh Pasal 23 dan PPh
Final pasal 4 (2), juga memiliki kewajiban dibidang PPh 23 dan PPh
Final Pasal 4 (2).
Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak Orang Pribadi yang
melakukann kegiatan usaha/pekerjaan bebas setelah memperoleh NPWP
adalah sebagai berikut :
1. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa)
Setelah wajib pajak terdaftar di KPP dan memiliki NPWP, maka memiliki
kewajiban untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa/ bulanan ke
kantor pelayanan pajak tempat wajib pajak terdaftar. Jenis SPT Masa
yang harus disampaikan oleh wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha/pekerjaan bebas terdiri dari :
a. SPT Masa PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 merupakan angsuran PPh dalam tahun pajak berjalan yang
harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan. Besarnya
angsuran PPh Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang
menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak
yang lalu, setelah dikurangi dengan PPh yang telah dipotong/dipungut
oleh pihak lain dan PPh yang terutang/dibayar diluar negeri yang
dapat dikreditkan; dibagi 12 (dua belas)
Bagi wajib pajak yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari
usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan (Wajib Pajak
baru), besarnya Angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan Pajak
Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas
penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Batas waktu pembayaran PPh pasal 25 adalah setiap tanggal 15 bulan
berikutnya. Apabila tanggal 15 jatuh pada hari libur, maka pembayaran
Ph Pasal 25 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan
batas untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 adalah 20 hari setelah
berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya). Apabila tanggal 20
jatuh pada hari libur, maka pelaporan harus dilakukan pada hari kerja
sebelumnya. Hari libur meliputi hari libur nasional dan hari-hari
yang ditetapkan sebagai hari cuti bersama oleh pemerintah.
Surat Setoran Pajak (SSP) PPh Pasal 25, juga merupakan SPT Masa PPh
Pasal 25. SPT Masa PPh Pasal 25 ini, merupakan salah satu SPT Masa
yang wajib disampaikan oleh wajib pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usaha/pekerjaan bebas, meskipun tidak terdapat pembayaran
(SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan atau terlambat
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25, maka wajib pajak akan dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu SPT Masa.
b. SPT Masa PPh Pasal 21/26
PPh pasal 21/26 merupakan PPh yang terutang atas penghasilan berupa
gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan
yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi. Berdasarkan ketentuan
Pasal 21 Undang-undang PPh, PPh Pasal 21 wajib dipotong, disetor dan
dilaporkan oleh pemotong pajak, yaitu : pemberi kerja, bendaharawan
pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan dan penyelenggara
kegiatan.
Wajib pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan
bebas selaku pemberi kerja yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh wajib
pajak orang pribadi; wajib menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26.
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan
berikutnya, namun apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Sedangkan
batas waktu pelaporan SPT Masa PPh Pasal 21/26 adalah 20 hari setelah
berakhirnya masa pajak (tanggal 20 bulan berikutnya), apabila tanggal
20 jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPT Masa PPh pasal 21/26
harus dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
SPT Masa PPh Pasal 21/26 juga merupakan SPT Masa yang wajib
disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha/pekerjaan bebas meskipun tidak terdapat penyetoran PPh Pasal
21/26 (SPT Nihil). Apabila Wajib pajak tidak menyampaikan SPT Masa
PPh Pasal 21/26 atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21/26,
maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000,- untuk
satu SPT Masa.
Ketentuan lebih lanjut tentang Petunjuk pelaksanaan pemotongan,
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 dan pasal 26 sehubungan dengan
pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi diatur dalam Keputusan
Dirjen Pajak No KEP-545/PJ./2000 tanggal 29 Desember 2000.
c. SPT Masa PPN
Bagi Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) diwajibkan untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan
Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPn BM) serta menyampaikan SPT
Masa PPN. Jatuh tempo penyetoran PPN adalah setiap tanggal 15 bulan
berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT Masa PPN adalah 20
hari setelah berakhirnya masa pajak (tgl 20 bulan berikutnya).
Seperti halnya pembayaran PPh Masa, apabila jatuh tempo penyetoran
PPN jatuh pada hari libur, maka penyetoran dapat dilakukan pada hari
kerja berikutnya. Sedangkan untuk pelaporan, apabila batas waktu
pelaporan jatuh pada hari libur maka penyampaian SPT Masa PPN wajib
dilakukan pada hari kerja sebelumnya.
SPT Masa PPN merupakan SPT Masa yang wajib disampaikan oleh Wajib
Pajak yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, meskipun
Nihil. Apabila Wajib yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena
pajak tidak menyampaikan atau terlambat menyampaikan SPT Masa PPN
maka akan dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp 50.000 untuk satu
SPT Masa.
Fungsi Surat Pemberitahuan (SPT PPN) adalah sebagai sarana untuk
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak PPN
dan PPn BM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
o Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
o Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan
sendiri oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam
satu Masa Pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku;
o Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan
adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan
pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkannya.
Ketentuan mengenai PPN diatur dalam Undang-undang no 8 tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana terakhir telah diubah dengan UU No 18
tahun 2000 beserta peraturan pelaksanaannya.
d. SPT Masa PPh Pasal 23/26
Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri sebagai pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23. Wajib
Pajak Orang Pribadi tertentu tersebut terdiri dari :
o Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan,
yang melakukan pekerjaan bebas;
o Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan.
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu tersebut diatas yang
telah ditunjuk Dirjen Pajak, akan mendapatkan urat Penunjukan Sebagai
Pemotong PPh Pasal 23 dari Kantor Pelayanan Pajak tempat WP teraftar.
WPOP tertentu yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, Wajib
memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran berupa sewa.
Apabila terdapat pembayaran/pembebanan biaya berupa sewa, maka WPOP
tertentu yang telah ditunjuk sebagai pemotong PPh 23 oleh Dirjen
pajak, diwajibkan untuk memotong, menyetor dan melaporkan PPh 23 yang
terutang atas pembaywan sewa tersebut.
Sesuai dengan ketentuan pasal 26 undang-undang PPh, atas penghasilan
berupa :
a. Deviden;
b. bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya ;
yang diterima atay diperoleh oleh Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong pajak sebesar 20% (dua
puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
Apabila WPOP yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas melakukan
transaksi dengan wajib pajak luar negeri sehubungan dengan
penghasilan tersebut diatas maka memiliki kewajiban untuk memotong,
menyetor dan melaporkan PPh yang terutang atas penghasilan tersebut
(PPh Pasal 26).
Batas waktu penyetoran PPh Pasal 23/26 oleh pemotong PPh adalah
tanggal 10 bulan berikutnya, sedangkan batas waktu penyampaian SPT
Masa PPh pasal 23/26 adalah anggal 20 bulan berikutnya. Apabila
tanggal jatuh tempo penyetoran PPh pasal 23/26 jatuh pada hari libur
maka penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Namun
apabila tanggal jatuh tempo pelaporan jatuh pada hari libur, maka
laporan harus disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
SPT Masa PPh Pasal 23/26 hanya wajib dilaporkan ke KPP apabila
terdapat pembayaran yang terutang PPh Pasal 23/26. Dengan demikian
tidak terdapat SPT Masa PPh pasal 23/26 Nihil.
e. SPT Masa PPh Final pasal 4 (2)
1) PPh final atas penghasilan yang diterima/diperoleh oleh wajib
pajak sendiri
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang memperoleh penghasilan yang merupakan obyek PPh
final, maka diwajibkan untuk membayar dan melaporkan PPh final pasal
4 (2) yang tertuang atas penghasilan tersebut.
Jenis penghasilan lain yang merupakan obyek PPh final dan pembayaran
PPh-nya wajib dilakukan sendiri oleh penerima penghasilan (Wajib
pajak) adalah sebagai berikut :
• Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;
WPOP yang menerima/memperoleh penghasilan dari transaksi pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan diwajibkan membayar PPh final pasal
4 (2). Besarnya PPh yang terutang atas transaksi pegalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan ini adalah sebesar 5% dari nilai yang
tertinggi antara nilai pengalihan (nilai transaksi) dengan nilai
NJOP.
• Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan;
Penghasilan yang diterima/diperoleh oleh WPOP dari kegiatan persewaan
tanah dan atau bangunan juga merupakan obyek PPh final pasal 4 (2).
Dalam hal penyewa adalah bukan pemotong pajak, maka PPh yang terutang
atas penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan atau bangunan
wajib dibayar sendiri oleh penerima penghasilan. Besarnya PPh yang
terutang atas transaksi ini adalah sebesar 10% dari jumlah bruto
nilai persewaan.
Apabila penyewa adalah pemotong pajak (i.e. WP Badan), maka pelunasan
PPh final atas transaksi ini dilakukan melalui pemotongan oleh pihak
penyewa. Pemotong pajak (penyewa) wajib memberikan bukti pemotongan
(Bukti Potong PPh Final pasal 4 (2)) kepada wajib pajak (penerima
penghasilan) .
Batas waktu pembayaran PPh Final PS 4 (2) atas transaksi ini adalah
tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan batas waktu pelaporan adalah
tanggal 20 bulan berikutnya.
• Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
Apabila pemakai jasa bukan merupakan pemotong PPh, atas Penghasilan
yang diterima/diperoleh oleh WPOP dari kegiatan Jasa Konstruksi, PPh
yang terutang atas penghasilan tersebut wajib dibayar sendiri oleh
wajib pajak. Namun apabila pemakai jasa merupakan pemotong pajak,
maka PPh yang terutang atas kegiatan ini pelunasannya dilakukan
melalui pemotongan oleh pemakai jasa. Pemotong pajak (Pemakai jasa)
wajib memberikan bukti potong. Besarnya PPh final pasal 4 (2) yang
terutang atas penghasilan dari kegiatan jasa konstruksi adalah sbb :
a) Jasa Perencanaan Konstruksi 4% (empat persen) dari jumlah
bruto;
b) Jasa Pelaksanaan Konstruksi 2% (dua persen) dari jumlah
bruto;
c) Jasa Pengawasan Konstruksi 4% (empat persen) dari jumlah
bruto.
2) PPh final atas penghasilan yang terutang/dibayarkan kepada
pihak lain.
Dirjen Pajak dapat menunjuk Wajib pajak Orang Pribadi tertentu
sebagai pemotong PPh Final Pasal 4 (2) atas transaksi persewaan Tanah
dan atau bangunan. Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu yang dapat
ditunjuk sebagai pemotong PPh atas transaksi persewaan tanah dan atau
bangunan oleh DJP adalah:
• Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah
(PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan,
yang melakukan pekerjaan bebas yang telah terdafta sebagai Wajib
Pajak Dalam Negeri,
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
WPOP tertentu yang telah mendapat surat penunjukan sebagai pemotong
Pajak atas penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan dari
KPP tempat WP terdaftar memiliki kewajiban untuk memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh final atas penghasilan dari transaksi
persewaan tanah dan atau bangunan yang dibayarkan atau terutang
kepada pihak lain.
PPh yang terutang atas transaksi persewaan tanah dan bangunan
tersebut, wajib disetorkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
dan wajib dilaporkan ke kantor pelayanan pajak tempat Wajib pajak
(pemotong) terdaftar paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
SPT Masa PPh Final hanya wajib dilaporkan oleh wajib pajak apabila
terdapat transaksi yang berhubungan dengan obyek PPh final, sehingga
tidak ada SPT Masa PPh Final Nihil.
by: http://www.triyani.blogspot.com/